Bicara Musik

Masih Ingat dengan Lingua Band? Populer Lewat Lagu Bila Ku Ingat

profil lingua band

INIMUSIK.COM – Bagi mereka yang lahir era 90-an tentu nama Lingua menjadi salah satu band yang tak bisa dilupan, salah satu karyanya yang paling populer berjudul Bila Ku Ingat. Hingga saat ini nama Lingua tetap menjadi legenda yang tak lekang oleh waktu.

Grup vokal trio yang dibentuk pada tahun 1996 ini, dengan formasi Frans Mohede, Amara, dan Arie Widiawan, berhasil mencuri hati pendengar melalui harmoni vokal yang memukau dan gaya musik yang berbeda dari arus utama.

Artikel ini akan mengajak Anda menyelami perjalanan Lingua, dari awal terbentuk hingga kembalinya mereka setelah vakum panjang, sambil menggali mengapa mereka tetap relevan di hati penggemar musik Indonesia.

Awal Mula Lingua: Dari Hobi Menyanyi hingga Demo Rekaman

Kisah Lingua bermula dari keisengan tiga sahabat yang gemar berkumpul dan bernyanyi bersama. Frans Mohede dan Amara, yang awalnya menjadikan menyanyi sebagai hobi, bertemu dengan Arie Widiawan, lulusan Elfa’s Music School Bandung yang membawa sentuhan profesional pada grup ini. Menariknya, sebelum Arie bergabung, Lingua sempat memiliki anggota lain. Namun, setelah salah satu anggota mengundurkan diri, Arie direkomendasikan oleh Dody Is dari Kahitna untuk mengisi posisi tersebut. Keputusan ini menjadi titik balik yang membawa Lingua ke dapur rekaman.

Pada Desember 1996, Lingua merilis album debut mereka, Bila Kuingat, yang langsung mencuri perhatian. Lagu utama dengan judul yang sama menjadi hits, mengukuhkan posisi mereka sebagai pelopor trio vokal di Indonesia, mengikuti jejak Elfa’s Singers. Dengan gaya musik yang menggabungkan pop, jazz, dan sentuhan soul, Lingua menawarkan sesuatu yang segar di tengah pasar musik Indonesia yang saat itu didominasi band-band rock dan pop mainstream.

Harmoni Vokal yang Menjadi Ciri Khas

Salah satu kekuatan utama Lingua adalah harmoni vokal mereka yang khas. Frans, dengan tenor dan falsetto yang meliuk, Arie dengan bariton yang dalam dan kadang melesat ke nada tinggi, serta Amara dengan alto yang serak dan penuh emosi, menciptakan perpaduan suara yang sulit ditiru. Setiap anggota membawa karakter vokal yang berbeda, namun mereka berhasil menyatukannya dengan sempurna, menciptakan harmoni yang menjadi ciri khas Lingua.





Lagu-lagu seperti Jangan Kau Henti dan Takkan Habis Cintaku dari album kedua mereka, Bintang (1998), memperlihatkan kemampuan mereka dalam mengemas lirik emosional dengan aransemen yang kaya. Menurut Frans Mohede, Lingua selalu berusaha menjaga idealisme musik mereka, baik dalam aransemen vokal maupun instrumental, tanpa meninggalkan identitas musik yang telah mereka bangun sejak awal.

Gaya Visual yang Nyentrik dan Inovatif

Selain musik, Lingua juga dikenal karena gaya visual mereka yang unik. Dari kostum yang nyentrik hingga konsep video klip yang berbeda, mereka selalu berusaha tampil beda. Frans pernah mengungkapkan bahwa mereka terinspirasi oleh video klip musisi mancanegara yang unik dan eksentrik, yang kemudian mereka adaptasi ke dalam karya mereka. “Kami ingin video klip yang mudah diingat dan membangun kesadaran publik,” ujar Frans.

Contohnya, konsep video klip Lingua sering kali menghadirkan narasi visual yang tidak sekadar mengikuti lirik lagu, tetapi juga membawa dimensi baru pada pengalaman mendengar. Pendekatan ini membuat mereka menonjol di antara musisi Indonesia lainnya pada era 1990-an, yang cenderung mengikuti formula klip yang lebih konvensional.

Vakum Panjang dan Tantangan Idealisme

Setelah merilis album kedua, Lingua memutuskan untuk vakum dari industri musik Indonesia. Keputusan ini bukan tanpa alasan. Krisis finansial Asia yang melanda Indonesia pada akhir 1990-an turut memengaruhi industri musik, dan Lingua memilih untuk tidak memperbarui kontrak dengan label rekaman besar. Mereka ingin tetap independen dan mempertahankan idealisme musik mereka, yang sering dianggap “terlalu idealis” oleh label-label besar.

Amara pernah mengungkapkan, “Industri musik Indonesia sudah sangat berbeda, lebih baik kami mundur teratur.” Frans juga menambahkan, “Biar yang muda saja, karya musik dan cara apresiasinya kini sudah berbeda.” Pernyataan ini mencerminkan sikap Lingua yang enggan mengikuti arus pasar yang terus berubah, termasuk tren musik yang mulai beralih ke genre yang lebih komersial.

Selama masa vakum, muncul rumor bahwa Lingua bubar karena masalah personal, termasuk isu bahwa pernikahan Frans dan Amara tidak direstui oleh ibunda Amara. Namun, Amara dengan tegas membantah rumor ini, menegaskan bahwa vakum mereka murni karena kesibukan masing-masing anggota dan komitmen pada idealisme musik.



Kembali ke Panggung: Kolaborasi dan Album Baru

Setelah 14 tahun absen, Lingua membuat kejutan dengan kembali tampil pada konser Yovie Widianto & His Friends Irreplaceable Concert Part 2 di Bandung pada 2014, berkolaborasi dengan HIVI! menyanyikan Bila Kuingat dan Bintang. Penampilan ini membuktikan bahwa pesona Lingua masih memikat.

Puncak kembalinya Lingua adalah perilisan album ketiga, Mampu Bertahan, pada Oktober 2016 secara eksklusif di Apple Music, diikuti rilis di semua platform streaming seminggu kemudian. Album ini menunjukkan bahwa Lingua tetap setia pada akar musik mereka, dengan harmoni vokal yang kuat dan aransemen yang matang. Pada 2017, mereka juga merilis single non-album Arti Sebuah Keangkuhan, mempertegas bahwa mereka belum kehilangan sentuhan magis mereka.

Lingua juga menjajal kolaborasi dengan grup vokal Coboy di bawah nama Colabo, menandai eksplorasi baru mereka dalam industri musik. Kolaborasi ini menunjukkan fleksibilitas Lingua dalam beradaptasi tanpa mengorbankan identitas musik mereka.

Mengapa Lingua Tetap Relevan?

Hingga kini, Lingua tetap menjadi ikon di industri musik Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa mereka terus relevan:

  1. Harmoni Vokal yang Ikonik: Kombinasi vokal Frans, Amara, dan Arie menciptakan suara yang sulit dilupakan, menjadikan mereka pionir trio vokal di Indonesia.

  2. Idealisme yang Konsisten: Lingua tidak pernah tergoda untuk mengikuti tren pasar, memilih untuk tetap setia pada visi seni mereka.

  3. Gaya Visual yang Inovatif: Dari busana hingga video klip, Lingua selalu menghadirkan sesuatu yang segar dan berbeda.

  4. Kembalinya di Era Digital: Dengan merilis karya di platform streaming, Lingua berhasil menjangkau generasi baru tanpa kehilangan penggemar lama.

Penutup: Warisan Lingua di Industri Musik Indonesia

Lingua bukan sekadar grup vokal; mereka adalah simbol idealisme dan kreativitas di industri musik Indonesia. Dari hits seperti Bila Kuingat hingga kembalinya dengan Mampu Bertahan, Lingua telah membuktikan bahwa musik yang dibuat dengan hati akan selalu punya tempat di hati pendengar. Bagi penggemar lama, Lingua adalah nostalgia yang hangat. Bagi pendengar baru, mereka adalah pengingat bahwa harmoni dan kualitas tak pernah usang.

***
Catatan: Artikel ini dirangkum dari beragam sumber, hubungi tim kami bila ada kekeliruan.

ikuti kami di Google News
Shares: