Mukarakat akhirnya secara resmi meluncurkan karya terbaru mereka “Lempa Golo” beberapa waktu lalu melalui platform digital. Vocal group yang beranggotakan warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bermarkas di Denpasar itu masih intens menyuarakan pesan budaya Indonesia Timur.
“Rakat itu adalah masyarakat sebutan khas bagi perantau asal Indonesia Timur khususnya Nusa Tenggara Timur (NTT), ucap Lipooz salah satu personel Mukarakat dalam sebuah wawancara belum lama ini.
Sebutan ini memang sedikit berbau olokan atau bully. Namun untuk melawan stigma itu, Lipooz bersama sejumlah kawan mengambil nama MukaRakat sebagai nama grup hip hop. Tentu saja tidak hanya nama, judul lagu dan syair-syair yang dibawakan berisi pesan-pesan perjuangan dan budaya Indonesia Timur.
Sejak 2016 sudah 9 lagu dan klip yang berhasi ditelurkan. Yaitu “bukanlah nama part II”, “Masih sa pu Muka”, Ellyas Pical”, “Rompes (Rombongan Pesta)”, ” Kuda Hitam”, ” Binasa”, “Mari Jua Naik”, ” Trauma” dan “Lempa Golo”.
Menurut Lipooz lagu-lagu yang dibawakan pun menggunakan dialek dan lirik NTT. Melalui Mukaratak, mereka ingin masyarakat luas mengetahui dan mengenal NTT mulai dari bahasa hingga budayanya.”Karena selama ini masih didominasi bahasa dan dialek Indonesia Barat. Wajar ya karena mereka ada di pusat Indonesia. Kami tidak memusuhi tapi melawan dengan cara yang positif,”sambung Lipooz.
Selain bahasa dan dialek, ada pesan moral untuk tidak melupakan kekhasan budaya. Dalam lagu Lempa Golo misalnya. Lagu ini bercerita tentang pemain Caci. Pertunjukan khas Manggarai NTT. Melalui lagu ini dikisahkan bagaimana para pemain caci melintasi kampung-kampung, bukit dan sungai untuk bertemu lawan dan saling adu dalam permainan caci.
Dalam artian lebih luas, Lempa Golo ingin mengangkat bagaimana para perantau dari Timur melintasi samudra untuk merantau dan menaklukan tantangan hidup.
Garapan aransement MukaRakat juga memadukan antara bunyi-bunyi tradisional khas NTT dengan musik modern bergaya hip hop. “Bunyi khas timur kami blend dengan modern hip hop sebab hip hop kan ada di semua genre musik lain. Kalau dengan irama hip hop banyak yang suka tapi kami tidak lupa memasukan unsur budaya,” kata Lipooz.
Dalam perjalananya MukaRakat mengalami pasang surut jumlah personil. Awalnya terdiri dari 8 orang eks personil Ruteng Clan, sebuah grup hip hop asal Ruteng, Nusa Tenggara Timur. “Kebetulan ketemu lagi di Bali akhirnya kita hidupkan lagi tapi dengan wajah baru yaitu MukaRakat,” kata Lipooz.
Selain eks personil Ruteng Clan, rapper asal Papua juga sempat bergabung. Hingga sampai 2019 tersisa 5 personil yaitu Lipooz, 4pri Beat, Axer Ghetto, DFlow dan DJ Geramar.
Lagu-lagu MukaRakat sendiri dapat ditonton di channel Youtube 16 Bar Indonesia. MukaRakat sendiri mulai diperhitungkan di belantika musik tanah air. Terakhir mereka tampil memukau di panggung Soundrenaline, Bali, 2019. Membawakan 3 lagu yaitu Kuda Hitam, Rompes dan Mari Jua Naik.
Selain panggung Soundrenaline, MukaRakat kerap mendapat undangan dari sejumlah kota seperti Jakarta, Jogjakarta, Ambon hingga Papua. Lipooz berharap MukaRakat bisa mencapai level internasional tanpa meninggalkan warna khas Indonesia Timur.
“Kami punya mimpi suatu saat bisa menyuarakan pesan budaya Timur di level internasional melalui hip hop,” pungkas Lipooz. (Red/Pra/Net/IMC)
ikuti kami di Google News